Jumat, 17 November 2017

Ada Cinta di Desa Kemiren Banyuwangi

Tanggal 10 November kemaren aku berangkat menuju Banyuwangi dalam rangka Kongres Nasional Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia VII. Perjalanan kali ini aku barengan sama 6 orang lainnya delegasi dari kampus berangkat naik kereta ekonomi Probowangi yang berangkatnya paling awal jam setengah 5 pagi. Jadilah saya ga tidur haha. Setelah menempuh 5 jam yang perjalanan yang menyenangkan, sampailah kami di Stasiun Rogojampi dan dijemput sama LO dari kampus Poliwangi untuk menuju hotel kampus, Hotel Jinggo. Disambut ramah sama panitia, sampe saya nya deg deg an hahahah.
Begitu nyampe, kami langsung dikasih keperluan-keperluan kongres
Nah, hari pertama adalah pembukaan, selain pembukaan oleh ketua panitia pembukaan Kongres HMPI ke VII kami diajak ikut nonton dan duduk sebagai tamu di BEC (Banyuwangi Ethno Carnival) yang dihadiri oleh Bapak Arif Yahya selaku Menteri Pariwisata, Bapak Abdullah Azwar Arnas selaku Bupati Banyuwangi, dan Ibu Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat. Mengusung tema Majestic Ijen, pelaku festival ber kostum landskape ijen, blue fire dan belerang. Acara juga diisi teatrikal penambangan kawah ijen di jaman Kolonial Belanda, ada 200 penari Gandrung, dan buanyak lainnya.

Ini menggambarkan para penambang belerang di kawah ijen

Di hari kedua kami disibukkan sama jadwal kongres, di sini kami di harapkan dapat menumpahkan segala aspirasi mahasiswa pariwisata di seluruh Indonesia untuk ikut andil dalam memajukan Pariwisata Nasional. Pemaparan evaluasi kerja di periode jabatan sebelumnya juga di kritisi oleh delegasi daerah demi kemajuan organisasi ini. Yah dengan adat budaya yang berbeda tapi kami disini tujuannya sama.
Suasana sidang yang akhirnya berlanjut sampe jam 1 dini hari

Hari ke tiga , paginya kami Seminar Nasional yang di isi sama Ketua Umum ASIDEWI (Asosiasi Desa Wisata Indonesia), Direktur The Jungle Bogor dan Duta Pariwisata 2016. Jadwal sore hari adalah PILMAPI (Pekan Ilmiah Mahasiswa Pariwisata) yaitu lomba cerdas cermat, promosi pariwisata melalui video. Yang tentu saja waktunya aku mengganti waktu tidur ku yang sempet ke sita selama 2 hari selama kongres hehehe.
Hari keempat yang ditunggu. Kemana city tour di Banyuwangi kali ini? Ke Desa Adat Suku Osing, Kemiren Banyuwangi. Desa Kemiren merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Mayoritas penduduk desa adalah orang osing. Orang osing adalah masyarakat Blambangan yang tersisa, keturunan kerajaan Hindu Blambangan, berbeda dengan masyarakat Jawa, Madura dan Bali, hal ini bisa dilihat dari adat dan budayanya.

Begitu rombongan mahasiswa pariwisata Indonesia nyampe gang depan, kami di sambut sama Barong kemiren, di arak sampai ke tempat kami berkumpul.
Barong Kemiren
Barong Kemiren ini berbeda, sama Barong yang ada di Bali. Barong adalah Ratu dari binatang kupu-kupu cedung yang berukuran besar. Ada 2 penari yang menjalankan kostum barong ini, uniknya penari kedua hanya berjalan mengikuti penari pertama sambil ngintip lewat bolongan kecil di kain merah. Kata sesepuh penari Barong itu artinya bahwa apa-apa yang kita lakukan baik maupun buruk kita harus tetap ingat bahwa malaikat akan melihat dan mencatat amalan tersebut. Nah saya mikirnya malah, enak banget ya penari yang dibelakang gabut gitu wkwk. Senengnya belajar budaya itu hal sepele pun ada filosofinya..
Sampai ditempat berkumpul, kami disuguhi makanan khas Banyuwangi dan kopi Kemiren, ahh istimewa sekali
Yang bentuknya bulet itu kue kucur, rasanya manis gula jawa gitu, yang di lilit kaya ketupat itu lepet, trus yang dibungkus daun itu lupa apa namanya, pokoknya isinya itu tape ketan dibungkus daun jati. Dan yang terfavorit adalah kucur soalnya manis kaya yang punya blog ini hehehe. Lanjoottt
Setelah di arak sama Barong Kemiren kami disambut sama Penari Gandrung.


Setelah amazed sama cewe-cewe cantik yang berlenggak-lenggok, kami ngobrol sama emak tum, penyanyi dan penari gandrung. Gaes, beliau ini sudah jadi penyanyi gandrung dari umur 15 tahun. Yah bisa di kira-kira lah sekarang umurnya berapa ya hehehe
tinggal nunggu nate ruess trus nyanyi just give me a reason
Lanjut ke tarian berikutnya yaitu Jaran Goyang yang sudah terkenal dimana-mana. Cerita di balik Jaran Goyang itu adalah kisah cinta pemuda yang ditolak lalu dukun yang bertindak dan akhirnya si cewe ini pun luluh dan malah mengejar-ngejar si cowo, bagi si cewe ga ada cowo di dunia ini selain doi. Tapi si cowonya jual mahal. Si cewe akhirnya duduk berdiam diri, dia sedih cintanya tidak diterima, emang dasar wahai lelaki. Ending cerita mereka hidup bahagia selamanya ..
Ternyata di jaman milenial aka jaman now masih ada lho yang nyamperin mbah ocip (tetua desa kemiren) buat minta aji-aji jaran goyang buat balikan sama mantanlah, buat si gebetan luluh lah, hiyuuutt jaman sekarang ternyata masih ada. Tapi kata mbah ocip aji aji Jaran Goyang udah ngga boleh dipake lagi, karena emang ga normal, semuanya di butakan oleh satu cowo. Pengen boker kepikiran doi, laper kepikiran doi, ketemu dosen pembimbing kepikiran doi. Gua mah ogah..
Lanjot lagi ke Tari Barong, apa itu Tari Barong? Barong artinya barengan, maksudnya barengan itu mari kita bareng-bareng menjaga budaya. Makanya para penari beramai-ramai mengalungkan selendangnya ke penonton buat nari bareng-bareng aka buat menjaga budaya ini bareng-bareng.
ketauan yang mana yang doyan goyang
Ada lagi budaya yang seru di Desa Kemiren ini yaitu Ngopi Sepuluh Ewu, berawal dari kebiasaan dari warga desa yang suka ngopi barengan. Dengan slogan "sak ceret sak dulur" maksudnya itu satu teko satu sodara jadi tadinya yang ga kenal jadi kenal bahkan bisa dianggap sodara.. Menikmati kopi pahit Kemiren yang ga kerasa pahitnya karena ketemu sodara baru, bertukar pikiran, bertukar pendapat, merubah cara pikir dan sebagainya.. Oh indahnya keberagaman ini..

Terus diem-diem saya mikir, yaiyalah kalo rame-rame mikir berisik. Oke maaf jayus. Betapa kaya nya ragam adat dan budaya yang dimiliki Indonesia. Betapa banyaknya keunikan yang kita miliki, tapi kita tetep satu, ya Indonesia! Makanya suka sedih sama netizen-netizen yang ngga menghargai perbedaan padahal kan kita perbedaan yang satu. Secara tidak disadari, kita hidup di dalam perbedaan. Terima atau tidak terima perbedaan itu disekeliling kita, bukannya dengan perbedaan kita bisa saling melengkapi? Bukannya dengan perbedaan kamu bisa menutupi kekuranganku dan juga sebaliknya? ciyeh. Mulai detik ini saya cinta Desa Kemiren, saya cinta keberagaman adat dan budayanya. Mulai detik ini dan seterusnya saya akan lebih menghargai perbedaan, mulai detik ini dan seterusnya saya akan belajar terus menumbuhkan cinta sama negaraku, negara Indonesia. Jadi gaes, conclusionnya adalah traveling itu perlu, untuk menghargai perbedaan.

Muchos Love,
Sakinah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala Diantaranya

Waw, 2019 being quite hectic years ya.. a lot of things happened, people come and go.  Dari terakhir aku nulis di blog itu banyak banget...