Ga kerasa udah event BEC lagi.. Tahun lalu juga aku sempet posting juga tentang BEC di blog. Perjalanan
kali ini SUB-BWX untuk pertama kalinya aku pake pesawat baling-baling. It was
really nice experience, rasanya kaya naik roller coaster tapi taruhan nyawa
beneran hahaha. Perjalanan kurang lebih 1 jam berangkat jam 12 siang. Pertama
kalinya juga touch down Bandara Blimbingsari. Kecil, sejuk dan masih asri,
branding Pesona Indonesianya udah luar biasa nih meskipun bandara kecil.
Perjalanan setengah jam menuju kota, aku cek lokasi tempat event BEC yang
diselenggarakan besoknya (Minggu, 29 Juli 2019). Gladi resiknya aja udah
meriah, semua masyarakat bumi Blambangan ikut meramaikan. Sebentarr, buat
kalian yang belum tau BEC itu apa.. BEC adalah karnaval budaya kontemporer
dengan kostum megah dan warna-warni sesuai dengan tema yang ditentukan. Dan BEC
sudah ditetapkan menjadi daya tarik wisata Nasional. Nah, tahun 2018 ini
temanya adalah Puter Kayun yakni sebuah tradisi kuno yang masih hidup dan terus
bertahan di kalangan warga kelurahan Boyolangu, Banyuwangi. Apasih BEC 2018 yang bikin beda dari
tahun-tahun sebelumnya? Tahun ini BEC akan tampil lebih masih dan menyebar ke
11 titik panggung mulai dari Taman Blambangan hingga ke depan Stadion
Diponegoro. 300 peserta dengan kostum atraktif tampil, 14 artis ikut
meramaikan.Sepuluh sub tema yang
diangkat juga mewakili adat dan budaya masyarakat Bumi Blambangan, ada dongkar,
jaran, segoro watu dodol, ejeg, gedhogan, gaman, buyut jaksa, oncor-oncoran,
tapekong, dan kupat lepet.
![]() |
foto oleh : Mas Vega Viditama |
Banyuwangi terus berbenah tiap tahunnya, siap
menerima calon wisatawan domestik maupun mancanegara, sudah siap mengembangkan
destinasi wisata yang dimiliki.
Masyarakat sekitar juga mendukung dan bersiap dengan banyaknya kunjungan wisatawan
yang terus bertambah. Selesai melakukan
misi Generasi Pesona Indonesia untuk mengangkat event ini menjadi Trending
Topic di Twitter kami menikmati makan sore lalu beristirahat di hotel untuk
melanjutkan perjalanan besok pagi.
Jadwal penerbangan
pulang masih jam 1. Berangkat jam 6 pagi kami mengeksplor destinasi wisata
terdekat. Destinasi pertama mengejar matahari pagi di Pulau Santen, pantai
syariah. Kenapa namanya syariah? Pemerintahan daerah mengambil moment saat Raja
Salman datang ke Bali pada waktu itu, “mencari perhatian” dengan destinasi yang
dibuat sangat muslim friendly. Seperti
membedakan kawasan laki-laki dan perempuan, menghimbau untuk berpakaian sopan
saat di pantai, menghentikan segala aktifitas saat adzan berkumandang. Harga
tiket masuk sangat murah hanya 3000 perak dan akses yang mudah dari tengah kota
sudah bisa menikmati matahari terbit di pantai Syariah ini. Letaknya berada di Pulau Santen, Karangrejo, Banyuwangi
![]() |
foto oleh: Mas Vega Viditama |
Destinasi ke 2 yang
tidak sengaja kami lewati untuk berhenti sebentar dan mengambil gambar yakni di
Klenteng tertua di Jawa dan Bali Klenteng TITD Hoo Tong Bio yang 70%
bangunannya sempat habis dilahap api pada tahun 2014 lalu
![]() |
Where is my hobbit? |
Selesai menerbangkan
drone dan berbincang-bincang dengan penjaga klenteng, kami lanjutkan perjalanan
menuju destinasi ketiga yakni Djawatan Benculuk. Djawatan Benculuk sangat
terkenal karena kerimbunan pohon-pohon raksasa yang besar seperti yang ada di
film Lord of the Rings hahaha. Selesai mangambil gambar, menikmati angin
semilir berswa foto sana sini. Perjalanan kami lanjutkan untuk makan siang dan
sedikit berbelanja oleh-oleh . Pukul 11.30 kami harus berangkat ke bandara untuk
kembali menikmati rutinitas di kota masing-masing. Asing mempertemukan kami,
dan meninggalkan kami sebagai kawan. Kami berkumpul karena satu, karena pariwisata.
Tidak mengira pariwisata dan social media memiliki kekuatan sebesar ini,
merangkul segala aspek kehidupan dari adat, budaya, minat dan kreatifitas. Semoga
dipertemukan lagi sebagai kawan.
Salam, Sakinah